Tentang Karya
Gambang Semarang merupakan salah satu ikon kesenian Jawa Tengah, kesenian ini berisi beberapa macam bidang seni, yaitu seni musik, seni tari, dan komedi, bahkan dari sisi visualnya pun juga beragam, mulai dari jenis pakaian, dadanannya, batik pada jarik yang mereka pergunakan. Keberadaan kesenian Gambang Semarang mempunyai hubungan khusus dengan Gambang Kromong, kesenian Betawi. Walau belum ada sejarah yang bisa menjelaskan terjadinya Gambang Semarang secara ilmiah, namun cerita dari mulut ke mulut dan saksi-saksi yang dipercaya mengetahui kesenian tersebutlah menjadi sumber utama bagaimana Gambang Semarang terjadi.
Perkembangan Gambang Semarang justru dihidupkan oleh masyarakat setempat, kesenian Gambang Semarang menjadi kesenian penghibur untuk acara-acara tertentu; misalnya mengisi acara untuk pernikahan, tahun baru Cina, dan sejenisnya. Zaman semakin maju, alternatif kesenian pertunjukan pun semakin banyak, Gambang Semarang bisa jadi bukan pilihan utama lagi, sehingga eksistensinya mengalami kemunduran
Visualisasi
Inspirasi dari karya Gambang Semarang ini adalah lagu yang berjudul Empat Penari, nada dan irama lagu tersebut dinamis serta syairnya menunjukan semangat dalam kehidupan dengan kemasan jenaka. Lirik lagu Gambang Semarang dapat anda simak lewat lagu yang diperdengarkan di area ini.
Visualisasi dari karya ini adalah seni cukil kayu atau woodcut, meskipun memakai istilah woodcut namun karya ini memakai MDF (Medium-density fibreboard) sebagai bahannya.
Gambang Semarang merupakan seni pertunjukan yang berisi beberapa pemain, ada empat penari, pemain gambang, amboo (kromong), kendang, gong, rebab atau sukong, kecrek, karena lagu-lagu yang dimainkan berirama kroncong, maka ada tambahan alat musik ukulele cak, ukulele cuk, cello (yang dimainkan dengan dibetot), dan suling. Para pemain memakai pakaian daerah Jawa Tengah, para penari dan penyayi wanita mengenakan kebaya dengan jarik bermotif Jawa Tengah (Pekalongan, Lasem, Jepara, Pantura), kebaya mereka mempunyai hiasan pada lengan kebaya. Para penabuh musik memakai seragam beskapan khas Solo dengan jarik motif Parang, serta memakai udeng atau blangkon khas Jawa Tengah.
Masing-masing karakter mempunyai ciri, dengan latar kehidupan yang berbeda-beda, mereka adalah para pekerja seni dari masyarakat kebanyakan. Bukan dari kalangan professional, hanya orang-orang yang menyukai seni pertunjukan, khususnya musik dan tari, serta komedi. Bayaran mereka pun sesuai dengan kemampuan orang yang menyewa mereka.
Karakter-karakter
1. Penari 1
Penari 1 bernama Setyarini, ibu rumah tangga sekaligus pemilik dan pengelola sanggar tari anak di rumahnya, usahanya berasal dari warisan orang tuanya. Kain jarik yang dikenakan adalah motif Pekalongan.
2. Penari 2
Penari 2 bernama Endang Palupi, bekerja di Kelurahan daerah bagian administrasi. Dia berbaju hijau dan jarik motif Lasem.
3. Penari 3
Penari 3 bernama Sri Pujiastuti, dia ibu rumah tangga yang mempunyai hoby menyanyi keroncong. Berbaju kuning dan jarik motif Pantura.
4. Penari 4
Penari 4 bernama Murti Sadmiarsi, dia bekerja sebagai buruh di pabrik tekstil. Berbaju ungu dan jarik motif Jepara.
5. Pemain Gambang
Pemain Gambang, bernama Supardi, bekerja sebagai pegawai puskesmas, kostum yang dikenakan adalah seragam beskapan dengan jarik motif Parang Seling Boket.
6. Pemain Bonang
Pemain Bonang, bernama Yanuwar Sarwoko, seorang pengusaha lumpia, berseragam dengan jarik bermotif sama dengan pemain gambang.
7. Pemain Kendang
Pemain Kendang, bernama Ganjar, bekerja sebagai kepala sekolah menengah kejuruan. Kendang merupakan alat musik yang menghidupkan serta berfungsi utama mengatur irama.
8. Pemain Sukong & kongahian (rebab)
Pemain Sukong atau kongahian (rebab), bernama mbah Harjo Pranoto, pensiunan Kaur Kesra, meggeluti alat musik ini sejak remaja.
9. Pemain Kecrek,
Pemain Kecrek, bernama Siswanto, penjual angkringan di sekitar terminal. Kecrek berfungsi sebagai alat pemberi isyarat segala macam bentuk aba-aba iringan serta sebagai penghias irama lagu.
10. Pemain Gong
Pemain Gong, bernama Sriyadi (Srinthil), pengusaha kos-kosan. Alat gong tidak selalu ditabuh, biasanya ditabuh di sela-sela musik yang sedang berlagu dan pertanda akhiran lagu.
11. Pemain Suling
Pemain Suling, bernama Agus Sukendar, guru sekolah SMK kesenian. Bakatnya memang dari orang tuanya. Suling, mempunyai banyak fungsi, dia bisa mengikuti lagu, mengisi jeda-jeda pada lagu, sehingga lagu menjadi lebih lengkap serta harmonis.
12. Pemain Cello
Pemain Cello, bernama Edi Susilo, pemilk warung makan bandeng klopok di daerah Kampung Laut. Fungsi dari alat musik cello pada lagu-lagu kroncong mirip dengan fungsi kendang.
13. Pemain Ukulele (cak)
Pemain Ukulele (cak), bernama Prayitno, dia penjual mi ayam bakso sekitar desanya. Ukulele berdawai 4 terbuat dari string. Alat musik ini mengisi dan mengikuti lagu, sehingga lagu semakin meriah dan variatif.
14. Pemain Ukulele (cuk),
Pemain Ukulele (cuk), bernama Darmaji, jual beli dan reparasi alat-alat musik akustik. Alat ini pada musik kroncong tidak bisa dipisahkan dengan alat musik ukulele cak, karena dengan dua alat musik ini irama musik akan lebih hidup dan dinamis.
Panggung yang berkesan mewah adalah ekspresi dari penghargaan yang tinggi atas kesenian yang terbangun sejak dahulu dan menjadi ciri kesenian Jawa Tengah, dan kota Semarang pada khususnya. Bahwa sebenarnya tidak ada kasta dalam berkesenian yang dibangun dari kreatifitas dan budi daya manusia, semua mempunyai keunikan dan kelebihan tersendiri, maka harapan yang lebih besar yaitu semakin dikenal kesenian ini keseluruh Indonesia, bahkan dunia.
Tentang Seniman
Gunawan Bonaventura (Gunung Kidul, 1964) adalah seniman lulusan Seni Grafis ISI Yogyakarta tahun 1991. Semenjak kuliah dia sudah aktif berpameran di beberapa kota di Indonesia. Setelah lulus, Gunawan bekerja diberbagai kantor di Jakarta. Diantaranya adalah tahun 1992 bekerja di perusahaan di percetakan Penebar Swadaya sebagai manager pre press printing, 1993 bekerja di majalah TRUBUS sebagai kepala bidang artistik, 1994 bekerja di PT. Surya Yozani House of Sara Lee sebagai disain produk. Meski sibuk dengan urusan pekerjaan, Gunawan tetap berkarya dan berpameran. Karya-karya Gunawan sangat khas menampilkan idiom dan visual yang erat dengan budaya Jawa, dimana dia dilahirkan dan tumbuh.
Sejak tahun 2004 Gunawan pulang ke Yogyakarta mendirikan perusahaan CV. Titian Bangun Sarana yang bergerak di bidang persewaan alat-alat konstruksi scaffolding. Hingga saat ini Gunawan tetap berkarya dan makin sering berpameran.
Detail Karya
Seniman
Gunawan Bonaventura
Jenis Karya
Pop Up
Material
Cat minyak di atas MDF, finishing clear glossy
Ukuran
15m x 3m
Kategori
Karya Seni